06/02/10
Pelarangan Jilbab di Sekolah-Sekolah Belgia
Eropa ternyata mengalami phobia jilbab. Sejumlah wilayah di Eropa memberlakukan larangan jilbab dan pakaian renang khusus Muslim. Negara yang tercatat melakukan pelarangan tersebut antara lain Italia dan Perancis, dua negara yang pemeluk Islamnya terbesar setelah Katholik. Sekarang, ganti Belgia yang dilanda jilbab phobia, sebagai laporan media Brussel yang saya terjemahkan dibawah ini. Versi Bahasa Inggrisnya ada di http://www.alarabiya.net/articles/2009/09/11/84656.html.
***
Pejabat departemen pendidikan di wilayah Flander, Belgia hari Jumat ( 10/9) mengumumkan pelarangan penggunaan jilbab di kelas. Pelarangan itu akan mempengaruhi murid-murid ber jilbab di 700 sekolah di wilayah Utara Flanders, termasuk sebagian di kota Brussels. Aturan baru itu menyusul protes-protes penggunaan jilbab di kota Antweps bulan lalu dimana jilbab telah dilarang.
Menanggapi keluhan dari seorang pelajar di salah satu sekolah, pengadilan tinggi administratif Belgia memutuskan sekolah-sekolah tidak bisa membuat keputusannya sendiri. Pengadilan akan memutuskan permintaan banding hari Selasa (15/9) hingga mendorong dewan sekolah yang dibentuk masyarakat setempat hari Jumat untuk membuat pengumuman membela sama-sama melarang penggunaan jilbab.
Sekolah-sekolah di Belgia sejak lama diberikan kebebasan memutuskan aturannya sendiri, dimana sepertiga dari sekolah-sekolah disana membolehkan penggunaan jilbab, sebagian melarang dan sebagian lagi belum menerapkan aturan yang khusus.
Dewan sekolah Flander mengatakan larangan pengunaan jilbab ini akan dilaksanakan secara bertahap untuk memberikan waktu bagi sekolah-sekolah yang belum melakukan pelarangan untuk menerapkan aturan yang sama.
Sekolah-sekolah yang dikelola oleh komunitas Belgia yang lain—kebanyakan sekolah-sekolah Katholik yang dikelola oleh pemerintah kota – tidak terikat oleh aturan ini.
Debat penggunaan jilbab dilaporkan terjadi juga di kawasan berbahasa Perancis di Belgia, Wallonia dan ibukota Brussel.
Media setempat melaporkan, sekitar 100 orang berkumpul di Antwerp hari Minggu (13/9) memprotes larangan berjilbab yang diberlakukan akhir pekan lalu di satu-satunya sekolah menengah atas di Belgia yang membolehkan siswi mengenakan jilbab.
SMU di Antwerp dan Hoboken mengumumkan akhir pekan lalu ( 9/11) mereka berniat mengikuti jejak sekolah di Belgia lainnya dan melarang Muslim mengenakan jilbab mulai semester depan. Sekolah-sekolah itu mengatakan pelarangan itu berkenaan dengan penggunaan simbol keagamaan dan politik.
Sasiun TV lokal menayangkan pengunjuk rasa membawa banner bertuliskan “ kebebasan untuk semua, kecuali kami” dan “ demokrasi bukan diskriminasi.
Mantan presiden Persatuan Muslim Begia, Nordin Al Taweel kepada harian A Sharq Al Awsat yang berbasis di London mengatakan larangan itu mencakup 50 persen siswi diseluruh Belgia. Namun pengelola sekolah mengatakan jumlah siswi berjilbab di setiap sekolah tidak lebih dari lima orang dan mempertimbangkan masalah ini jika jilbab mempengaruhi opini banyak orang.
Dalam sebuah pernyataan pengelola sekolah mengatakan “ kami memahami kesamaan hak dan kebebasan siswa kami dilanggar. Namun ada kemungkinan para siswa merasa harus tunduk pada tekanan sosial untuk mengenakan simbol-simnol politik dan keagamaan. Jadi kami tidak membolehkan pemakaian jilbab di sekolah “.
Taweel mengatakan dari 148 SD dan SMP, hanya 23 sekolah yang membolehkan pemakaian jilbab. Dan hanya SMU saja yang tetap membolehkan pemakaian jilbab.
Sekitar 100 muslim, termasuk beberapa siswa, berunjuk rasa di Antwerp memprotes larangan berjilbab, menyusul seruan Taweel. Ia juga mendesak para orang tua memboikot sekolah dengan tidak mengirim anaknya ke sekolah.
“ kami merasa identitas perempuan Muslim menjadi sasaran” katanya kepada surat kabar lokal. “ Perempuan mencetak generasi. Jika mereka hilang, maka semua Muslim juga akan hilang”.
Antwerp adalah kota terbesar komunitas muslimnya, kebanyakan keturunan Maroko dan Turki.
Namun seruan boikit itu mengundang reaksi beragam dikalangan Muslim dan warga Belgia.
Mohamed Bouzzani, kepala Jaringan Prakarsa maroko mengatakan seruan boikot itu terlalu jauh. “Namun kami keberatan dengan larangan jilbab itu” tambahnya.
Warga Belgia keturunan Maroko, Naema Langri, anggota Partai Kristen Demokrat mengatakan waktu seruan Taweel untuk boikot tidak tepat dan Menteri Pendidikan Wilayah Flander, Frank Vandenbroucke mengatakan seruan Tawell itu “ tidak bisa diterima “.
Menurut partai Vlaams Belang yang kanan, Taweel tengah merancang cara untuk mendirikan sekolah Islam, langkah yang dipandang partai itu sebagai tidak bisa diterima.
Namun Taweel menolak semua tuduhan itu dalam beberapa pernyataan media. “ Saya lebih suka berdialog” katanya. “ Saya menyerukan negosiasi dengan melibatkan sekolah meskipun mereka tidak berfikir mengadakan dialog terbuka dengan siswi atau para orang tua mereka sebelum sekolah memutuskan pelarangan jilbab”.
Taweel adalah mubaliq di Pusat Islam Brussel dan pernah menjadi iman di sebuah masjid Antwerp pada tahun 2005. Ia kemudian terpilih sebagai Eksekutif Muslim Belgia.
Pengecamnya memandang Taweel menampakkan wajah moderat di muka umum namun dibelakang layar ia mengungkapkan pandangan-pandangannya yang fundamentalis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar